PUASA SEORANG MUSAFIR
Dalam islam, musafir ialah seseorang yang bepergian yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa. puasa seorang musafir ialah hukumnya sunnah atau boleh. namun jika puasanya seorang musafir mendapat kesulitan yang sangat berat maka puasanya dihukumi haram. dan disini saya akan menjelaskan tentang puasa seorang musafir.
PUASA SEORANG MUSAFIR
Dalam islam, musafir ialah seseorang yang bepergian yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa. puasa seorang musafir ialah hukumnya sunnah atau boleh. namun jika puasanya seorang musafir mendapat kesulitan yang sangat berat maka puasanya dihukumi haram. dan disini saya akan menjelaskan tentang puasa seorang musafir.
PUASA SEORANG MUSAFIR
Pada saat bulan Ramadhan kita sering menjumpai orang-orang yang pulang
pergi mudik lebaran.Dan ketika itu banyak juga orang yang tidak berpuasa ketika
bepergian. Perlu diketahui jika musafir yang bepergian jauh akan mendapatkan
keringanan untuk mengqosor solat dan juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
Allah berfirman:
"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain.”
(QS. Al Baqarah: 185)
Manakah yang lebih utama bagi orang yang bepergian, berpuasa atau tidak?
Dalam hal ini para ulama’ berselisih pendapat namun setelah meneliti lebih
jauh dan menggabungkan beberapa dalil yang ada, mereka mengatakan jika puasa seorang musafir
terdiri dari 3 kondisi, yaitu:
1. Jika berat untuk berpuasa atau
sulit melakukan hal-hal yang baik ketika itu, maka lebih utama untuk tidak
berpuasa. Dalam hadits Jabir
bin ‘Abdillah. Jabir mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang
yang berdesak-desakan. Lalu ada seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Siapa ini?” Orang-orang pun
mengatakan, “Ini adalah orang yang sedang berpuasa.” Kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah suatu yang baik jika seseorang berpuasa
ketika dia bersafar”.( HR. Bukhari
no. 1946 dan Muslim no. 1115)
2. Jika tidak memberatkan untuk
berpuasa dan tidak menyulitkan untuk melakukan berbagai hal
kebaikan, maka pada saat ini lebih utama untuk berpuasa. Hal ini sebagaimana
dicontohkan oleh Nabi SAW, di
mana beliau masih tetap berpuasa ketika safar. Dari Abu Darda’, beliau berkata,
“Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di
beberapa safarnya pada hari yang cukup terik. Sehingga ketika itu orang-orang
meletakkan tangannya di kepalanya karena cuaca yang begitu panas. Di antara
kami tidak ada yang berpuasa. Hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja dan
Ibnu Rowahah yang berpuasa ketika itu.( HR.
Bukhari no. 1945 dan Muslim no. 1122).
3. Jika berpuasa akan mendapati kesulitan yang berat bahkan
dapat mengantarkan pada kematian, maka pada saat ini wajib tidak berpuasa dan
diharamkan untuk berpuasa. Dari
Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada tahun
Fathul Makkah (8 H) menuju Makkah di bulan Ramadhan. Beliau ketika itu
berpuasa. Kemudian ketika sampai di Kuroo’ Al Ghomim (suatu lembah antara
Mekkah dan Madinah), orang-0rang ketika itu masih berpuasa. Kemudian beliau
meminta diambilkan segelas air. Lalu beliau mengangkatnya dan orang-orang pun
memperhatikan beliau. Lantas beliau pun meminum air tersebut. Setelah beliau
melakukan hal tadi, ada yang mengatakan, “Sesungguhnya sebagian orang ada yang
tetap berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan,
“Mereka itu adalah orang yang durhaka. Mereka itu adalah orang yang durhaka”.( HR. Muslim no.
1114).
Untuk lebih jelasnya tentang blog ini silahkan baca disini
Terimakasih gan atas infonya yang bermanfaat ini, visit balik ya http://umroh-unya-islam.blogspot.com/
BalasHapus